Memasuki area PT IGN Cepiring membawa kita pada
suasana jaman sebelum Indonesia merdeka,zaman Belanda tepatnya. Gedung-gedung
tua belum terlalu banyak diubah. Memang di beberapa bagian sudah banyak dipugar
dan bahkan saat ini pun sedang dilakukan renovasi.
Mulai dari pintu
masuk saya sudah dihadang oleh satuan pengamanan yang selalu siap siaga. Di
Jakarta saya belum pernah menemukan tempat dimana saya harus memberi jawaban
kepada setiap satpam yang saya lewati dan pasti menanyakan keperluan saya. Penjagaan di sini sangat ketat dengan para
satpam yang cekatan. Mobil saya menuju markas satpam. Saya katakan markas
karena disana saya harus melapor diri dan meninggalkan kartu identitas. Disana
banyak anggota satpam yang berjaga-jaga. Setelah mengisi buku tamu dan
meninggalkan kartu tanda pengenal, saya lalu diberikan kunci mess nomor
17. Lokasi mess itu di belakang pabrik.
Dari markas
satpam tadi saya dibawa melapor lagi. Tempat saya melapor adalah bangunan tua
kosong yang sedang direnovasi bagian depannya. Bangunan ini memang tidak
sepenuhnya kosong, namun karena bangku dan meja yang disediakan hanya sedikit,
sementara bangunannya lumayan luas jadi terlihat seperti kosong. Di bagian
dalam ruangan, di tengah-tengah, ada alat-alat musik Jawa, sudah terlihat tua
dan kusam. Nampaknya tidak dirawat. Dalam pandangan saya, alat-alat itu masih
layak pakai. Namun saya
menangkap aura dunia lain di sini. Ada-ada saja. Hal ini tidak membuat saya bergidik, saya justru
senang karena bisa menemukan hawa lain selain hawa panas di Jakarta. “Deandels
dulu menginap di sini sewaktu pembuatan jalan Anyer-Panarukan”, kata kata staf
yang mengantar kami. Wah senang sekali mendengar itu, bangga rasanya bisa
melihat langsung bukti sejarah yang dulu hanya saya baca di buku Pendidikan
Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Tentunya saya berfoto, seperti kebanyakan
orang Jakarta lainnya jika berkunjung ke daerah, agak sedikit norak, tapi satu
keharusan buat saya pribadi.
Setelah mengisi
buku tamu, saya diantar salah seorang staf perusahaan ini menuju mess 17. Saya
sudah mengira-ngira akan tinggal di area yang sepi. Tepat dugaan saya. Mess 17
adalah salah satu mess dari puluhan mess yang disediakan di sini. Masih
merupakan sisa-sisa peninggalan Belanda. Terawat baik memang namun kesan tua,
seram, dingin dan kunonya tidak dapat disembunyikan. Sedikit bergidik juga harus
melewati malam di mess ini. Tetapi tidak ada pilihan, toh di sekitar Cepiring
belum banyak dibangun rumah-rumah penginapan atau hotel yang cukup memadai. Jadi
mau tidak mau saya menerima dengan suka cita.
Penerangan di
mess ini temaram, di kamar pun temaram. Menambah kesan seram ruangan yang
berplafon tinggi dengan cat tembok putih kusam. Yang membuatnya makin terlihat
tua adalah ubin di mess ini yang berwarna semen dan pintu-pintu besar dan
tinggi berwarna coklat tua. Saya bilang berwarna semen karena saya belum bisa
mendefinisikan warnanya ke dalam 12 warna pokok yang biasa kita lihat. Tipikal
ubin jaman dulu, ubin untuk rumah-rumah mewah pada jamannya. Malam ini saya bermalam di sini, ditemani
teman yang semalaman gelisah memikirkan keangkeran penginapan kami.
Esok harinya
saya mengambil foto beberapa bagian PT IGN. Yang sangat menarik adalah gedung
tua yang sekarang difungsikan menjadi museum. Bangunan itu sangat bagus dan
kokoh terlihat dari luar. Arsitektur jaman belanda yang mewah dan menawan
membawa saya pada kekaguman yang luar biasa pada bukti-bukti sejarah di depan
mata saya ini. Bangunan putih itu sempat difungsikan sebagai kantor
administrasi oleh PT IGN, lalu kemudian difungsikan sebagai museum. Di
halamannnya yang luar berjejer 12 lokomotif kereta pengangkut tebu. Kereta tua
yang dicat warna hijau kusam untuk tetap memberikan kesan tua dan bersejarah. Hanya
ada satu loko yang bercat warna-warni hijau, menghilangkan kesan angker.
Berikutnya kami
berkeliling pabrik. Luar biasa. Masih sangat banyak alat-alat tua yang
berfungsi dengan baik. Artinya alat-alat ini benar-benar dirawat dengan baik.
Sebagai bukti juga betapa kuatnya alat-alat yang diproduksi pada jaman dulu. Hitungannya
sudah ratusan tahun namun masih bisa berfungsi dengan baik. Saya membayangkan alat-alat ini akan
bergerak sendiri pada malam hari. Tentulah tidak, yang jelas bergerak pada
malam hari adalah mesin-mesin penghasil gula, karena produksi di PT IGN
berlangsung 24 jam tanpa henti. Memang mesin-mesin tua ini tidak disangkal bisa
membawa pada bayangan-bayangan yang membuat tubuh bergidik. Pabrik gula ini
didirikan oleh pemerintah Hiandia Belanda pada tahun 1835 dengan nama
Kendalsche Suiker Onderneming. Pada tahun 1904 sampai 1916 sempat berhenti
berproduksi karena Perang Dunia I. Setelah itu kembali dioperasikan hingga hari
ini dengan nama PT Industri Gula Nasional atau oleh warga lebih senang
menyebutnya dengan pabrik gula Cepiring.
Renata Silalahi
(Telah dipublikasikan di fp2sb.org, Mei 2011)
estasi
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSelamat malam mbak ester, saya mellya mahasiswi sejarah undip. saya sangat tertarik dengan tulisan mbak ester dan ingin tahu lebih dalam. bolehkah saya meminta kontak mbak ester? terima kasih sebelumnya.
BalasHapus- mellyaskf@student.undip.ac.id
Selamat malam mbak ester, saya mellya mahasiswi sejarah undip. saya sangat tertarik dengan tulisan mbak ester dan ingin tahu lebih dalam. bolehkah saya meminta kontak mbak ester? terima kasih sebelumnya.
BalasHapus- mellyaskf@student.undip.ac.id