Rabu, 26 Oktober 2011

Suasana Zaman Belanda di PT IGN

Memasuki area PT IGN Cepiring membawa kita pada suasana jaman sebelum Indonesia merdeka,zaman Belanda tepatnya. Gedung-gedung tua belum terlalu banyak diubah. Memang di beberapa bagian sudah banyak dipugar dan bahkan saat ini pun sedang dilakukan renovasi.
Mulai dari pintu masuk saya sudah dihadang oleh satuan pengamanan yang selalu siap siaga. Di Jakarta saya belum pernah menemukan tempat dimana saya harus memberi jawaban kepada setiap satpam yang saya lewati dan pasti menanyakan keperluan saya. Penjagaan di sini sangat ketat dengan para satpam yang cekatan. Mobil saya menuju markas satpam. Saya katakan markas karena disana saya harus melapor diri dan meninggalkan kartu identitas. Disana banyak anggota satpam yang berjaga-jaga. Setelah mengisi buku tamu dan meninggalkan kartu tanda pengenal, saya  lalu diberikan kunci mess  nomor 17. Lokasi mess itu di belakang pabrik.
 
Dari markas satpam tadi saya dibawa melapor lagi. Tempat saya melapor adalah bangunan tua kosong yang sedang direnovasi bagian depannya. Bangunan ini memang tidak sepenuhnya kosong, namun karena bangku dan meja yang disediakan hanya sedikit, sementara bangunannya lumayan luas jadi terlihat seperti kosong. Di bagian dalam ruangan, di tengah-tengah, ada alat-alat musik Jawa, sudah terlihat tua dan kusam. Nampaknya tidak dirawat. Dalam pandangan saya, alat-alat itu masih layak pakai. Namun saya menangkap aura dunia lain di sini. Ada-ada saja. Hal ini tidak membuat saya bergidik, saya justru senang karena bisa menemukan hawa lain selain hawa panas di Jakarta. “Deandels dulu menginap di sini sewaktu pembuatan jalan Anyer-Panarukan”, kata kata staf yang mengantar kami. Wah senang sekali mendengar itu, bangga rasanya bisa melihat langsung bukti sejarah yang dulu hanya saya baca di buku Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Tentunya saya berfoto, seperti kebanyakan orang Jakarta lainnya jika berkunjung ke daerah, agak sedikit norak, tapi satu keharusan buat saya pribadi.

Setelah mengisi buku tamu, saya diantar salah seorang staf perusahaan ini menuju mess 17. Saya sudah mengira-ngira akan tinggal di area yang sepi. Tepat dugaan saya. Mess 17 adalah salah satu mess dari puluhan mess yang disediakan di sini. Masih merupakan sisa-sisa peninggalan Belanda. Terawat baik memang namun kesan tua, seram, dingin dan kunonya tidak dapat disembunyikan. Sedikit bergidik juga harus melewati malam di mess ini. Tetapi tidak ada pilihan, toh di sekitar Cepiring belum banyak dibangun rumah-rumah penginapan atau hotel yang cukup memadai. Jadi mau tidak mau saya menerima dengan suka cita. 

Penerangan di mess ini temaram, di kamar pun temaram. Menambah kesan seram ruangan yang berplafon tinggi dengan cat tembok putih kusam. Yang membuatnya makin terlihat tua adalah ubin di mess ini yang berwarna semen dan pintu-pintu besar dan tinggi berwarna coklat tua. Saya bilang berwarna semen karena saya belum bisa mendefinisikan warnanya ke dalam 12 warna pokok yang biasa kita lihat. Tipikal ubin jaman dulu, ubin untuk rumah-rumah mewah pada jamannya. Malam ini saya bermalam di sini, ditemani teman yang semalaman gelisah memikirkan keangkeran penginapan kami.

Esok harinya saya mengambil foto beberapa bagian PT IGN. Yang sangat menarik adalah gedung tua yang sekarang difungsikan menjadi museum. Bangunan itu sangat bagus dan kokoh terlihat dari luar. Arsitektur jaman belanda yang mewah dan menawan membawa saya pada kekaguman yang luar biasa pada bukti-bukti sejarah di depan mata saya ini. Bangunan putih itu sempat difungsikan sebagai kantor administrasi oleh PT IGN, lalu kemudian difungsikan sebagai museum. Di halamannnya yang luar berjejer 12 lokomotif kereta pengangkut tebu. Kereta tua yang dicat warna hijau kusam untuk tetap memberikan kesan tua dan bersejarah. Hanya ada satu loko yang bercat warna-warni hijau, menghilangkan kesan angker.

Berikutnya kami berkeliling pabrik. Luar biasa. Masih sangat banyak alat-alat tua yang berfungsi dengan baik. Artinya alat-alat ini benar-benar dirawat dengan baik. Sebagai bukti juga betapa kuatnya alat-alat yang diproduksi pada jaman dulu. Hitungannya sudah ratusan tahun namun masih bisa berfungsi dengan baik. Saya membayangkan alat-alat ini akan bergerak sendiri pada malam hari. Tentulah tidak, yang jelas bergerak pada malam hari adalah mesin-mesin penghasil gula, karena produksi di PT IGN berlangsung 24 jam tanpa henti. Memang mesin-mesin tua ini tidak disangkal bisa membawa pada bayangan-bayangan yang membuat tubuh bergidik. Pabrik gula ini didirikan oleh pemerintah Hiandia Belanda pada tahun 1835 dengan nama Kendalsche Suiker Onderneming. Pada tahun 1904 sampai 1916 sempat berhenti berproduksi karena Perang Dunia I. Setelah itu kembali dioperasikan hingga hari ini dengan nama PT Industri Gula Nasional atau oleh warga lebih senang menyebutnya dengan pabrik gula Cepiring.
 
Renata Silalahi

(Telah dipublikasikan di fp2sb.org, Mei 2011)

estasi

3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Selamat malam mbak ester, saya mellya mahasiswi sejarah undip. saya sangat tertarik dengan tulisan mbak ester dan ingin tahu lebih dalam. bolehkah saya meminta kontak mbak ester? terima kasih sebelumnya.
    - mellyaskf@student.undip.ac.id

    BalasHapus
  3. Selamat malam mbak ester, saya mellya mahasiswi sejarah undip. saya sangat tertarik dengan tulisan mbak ester dan ingin tahu lebih dalam. bolehkah saya meminta kontak mbak ester? terima kasih sebelumnya.
    - mellyaskf@student.undip.ac.id

    BalasHapus