Rabu, 02 November 2011

Cerita Sukses Pabrik Gula dari Cepiring


Keberanian PT Industri Gula Nasional (IGN) Cepiring untuk kembali berproduksi memang patut diacungkan jempol. Bagaimana tidak, di tengah sulitnya membangun industri gula nasional, PT IGN berani mengibarkan kembali bendera produksinya setelah sebelumnya pabrik ini telah ditutup selama kurang lebih 10 tahun. Berinvestasi di perusahaan gula bukanlah main-main, selain sangat mahal, berbagai faktor eksternal seperti kelangkaan lahan bisa menjadi kendala serius kelangsungan sebuah perusahaan gula. Sebelum lebih jauh membahas mengapa PT IGN bisa dikatakan terbilang sukses, ada baiknya kita merunut sejarah terbentuknya perusahaan gula yang berlokasi di Kendal, Jawa Tengah ini.

Sejarah Panjang PG Cepiring 
Sangatlah menarik untuk melihat sejarah lama PG Cepiring. PG ini didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1835 dengan nama Kendalsche Suiker Onderneming dan mulailah proses produksi defikasi. Tahun 1904 – 1916 sempat berhenti berproduksi karena Perang Dunia I. Rehabilitasi untuk penyempurnaan proses defikasi dan giling dilanjutkan kembali pada tahun 1917 sampai dengan 1925. 

Pada tahun 1926 sampai 1930. dilakukan rehabilitasi mengganti proses dari defikasi menjadi karbonatasi rangkap dan berproduksi. Pada tahun 1930 hingga 1934 kembali berhenti karena krisis ekonomi (malaise). Produksi kembali dilanjutkan pada tahun 1935 hingga 1941. Pada tahun 1942, masa penguasaan Jepang, PG Cepiring dijadikan markas. Pada waktu inilah terjadinya penghancuran tempat dan alat-alat pabrik. Tahun 1945 hingga 1953 kembali dikuasai oleh Belanda namun tidak beroperasi. Tahun 1954 dilakukan perbaikan dan berproduksi kembali dengan mengorbankan PG lainnya yang ada di Jawa dan. Pabrik Gula di Jawa yang tadinya 179 buah tinggal 57 buah. Tahun 1957 PG ini kemudian diambil alih oleh Pemerintah RI, dikelola Bank Industri Negara (BIN). Tahun 1959 pengelolaan beralih ke Pusat Perkebunan Negara (PPN) Baru cabang Jawa Tengah. Tahun 1961 diikelola oleh Badan Pimpinan Umum (BPU) PPN Gula dan Karung. Tahun 1963 dikelola oleh BPU PPN Gula. Selanjutnya paa tahun 1968 PPN diubah menjadi PNP (Perusahaan Negara Perkebunan). 

PG Cepiring dibawah direksi PNP XV yang berkedudukan di Semarang. Tahun 1973 PNP XV diubah statusnya menjadi PTP XV (Persero). Tahun 1981 digabung dengan PNP XVI, sehingga menjadi PTP XV-XVI (Persero). Tahun 1996 digabung dengan PTP XVIII (Persero) sehingga menjadi PTP Nusantara IX (Persero dengan core bisnis gula, karet, teh, kopi, dan kakao). Hingga akhirnya tahun 1998 PG Cepiring tidak berproduksi karena kekurangan bahan baku tebu dan akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan.

Kronologis Pembentukan PT IGN
Pada bulan Maret 2004 PT. Multifortuna Bina Usaha mendapat Surat Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri dari Kepala BKPM untuk melaksanakan proyek Bidang Usaha Perkebunan Tebu dan Industri Gula. Juli 2004 penandatanganan Perjanjian Usaha Bersama antara PTPN IX (Persero) dengan PT. Multi Manis Mandiri dengan komposisi saham : Rp. 94,850 miljard (64%) PT. MMM dan Rp. 52,370 miljard (36%) PTPN IX (Persero). September 2004 PTPN IX (Persero) mendapatkan Persetujuan Pelaksanaan Kerjasama Usaha Mendirikan Perusahaan Patungan dengan PT. Multi Manis Mandiri dari Menteri Badan Usaha Milik Negara untuk membentuk perusahaan patungan PT. Industri Gula Nusantara. Berdasarkan ijin – ijin yang diperoleh maka pada Oktober 2004 didirikanlah PT. Industri Gula Nusantara . 

Maret 2005 penandatangan kontrak pertama yang dilakukan antara PT. IGN dengan Sutech Engineering Co.,Ltd mengenai suplai mesin – mesin dan peralatan untuk merevitalisasi pabrik gula Cepiring. Akhir tahun 2005 PT. IGN mendapat dukungan dari APTRI DPD Jateng dan para petani tebu terhadap rencana revitalisasi PG Cepiring yang dituangkan dalam Surat Pernyataan Bersama antara PT. Multi Manis Mandiri, PTPN IX (Persero) Dan Para Petani. Pada bulan Maret 2006 PT. IGN melaksanakan Ground Breaking Proyek. Tahun 2006 terjadi perubahan birokrasi perijinan impor mesin pabrik gula dan mulai semester II tahun 2006 proyek reoperasi PG Cepiring dilanjutkan secara lebih intensif. Febuari 2007 penandatanganan kontrak kedua antara PT. IGN dengan Sutech Engineering Co.,Ltd untuk rehabilitasi Pabrik gula Cepiring kapasitas 2500 tcd. November 2008 penandatanganan Surat pernyataan bersama mengenai dukungan APTRI dan petani tebu kepada PT.IGN terhadap rencana re-operasi PG Cepiring untuk musim giling 2007. 

Tahun 2007 dimulai pemasangan mesin-mesin baru dan diharapkan selesai pada bulan Oktober 2007 dan trial run sampai dengan bulan Desember 2007. Juni 2007 PT IGN mendapat rekomendasi IP Raw Sugar dari Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri. Maret 2008 Trial Melting pertama dengan mengolah raw sugar menjadi gula kristal putih sampai April 2008. Pada tanggal 8 Agustus 2008 Peresmian PT IGN yang di hadiri oleh Menteri Pertanian Anton Apriantono dan Menteri Perindustrian Fahmi Idris. September 2008 penandatangan MOU antara PT IGN dengan para petani mengenai kemitraan pengelolaan tebu untuk musim giling 2009 dan pada Oktober 2008 kegiatan giling tebu dilaksanakan sampai dengan November 2008 sebesar 3523.17 ton tebu.

Keberhasilan PT IGN
Lalu mengapa PT IGN bisa dikatakan sukses? PG Cepiring adalah contoh pertama revitalisasi pabrik gula BUMN yang bekerjasama dengan swasta dan berbahan baku tebu dan raw sugar. Ada beberapa faktor yang dapat dijadikan indikasi mengapa Perusahaan Gula Cepiring yang saat ini dipimpin Ir. Kamadjaja, MBA. dikatakan berhasil. Sejak berhenti beroperasi tahun 1998, PG Cepiring banyak aset perusahaan yang tidak produktif. Itu sebabnya modal awalnya sangatlah besar untuk membeli peralatan-peralatan baru. Untuk membuka PG baru setidaknya dibutuhkan dana diatas 1,5 trilyun rupiah. Mengoperasikan pabrik lama bisa jadi memakan biaya yang lebih besar lagi. Apakah nanti akan kesulitan menghitung margin jika dibandingkan dengan PG lainnya di luar Pulau Jawa?

Cepiring adalah nama sebuah kecamatan di Kabupten Kendal, provinsi Jawa Tengah. Lokasinya tidak terlalu jauh dari Kota Semarang. Butuh kurang lebih 1 jam perjalanan darat dengan kecepatan sedang dan lancar menuju kesana. Lokasinya strategis dan berada di wilayah Jawa Tengah dengan jumlah PG yang cukup banyak. PG inilah yang membuat Cepiring menjadi sangat istimewa. Sayangnya lokasi strategis ini memiliki kendala besar bagi PG yang menjadikan tebu sebagai kini bahan bakunya. Lahan di Pulau Jawa tidak lagi mengenal sistem ekstensifikasi, semua lahan sudah terpakai, tidak ada lagi lahan menganggur. Selain lahan yang sempit, harga lahan pun melambung. PT IGN harus mengeluarkan 12 juta rupiah per hektar per tahun untuk menyewa lahan. Target lahan seluas 4000ha hingga kini hanya bisa dipenuhi sebanyak 300ha saja. Ini menjadi kendala karena PG di luar Pulau Jawa bisa menikmati luas dan murahnya lahan, bahkan bisa sekaligus memiliki lahan tersebut. Di Pulau Jawa tidak bisa lagi. 

Persoalan lahan saja sebenarnya bisa mengendurkan semangat PG ini untuk kembali aktif berproduksi. Namun hingga kini PT IGN tetap menghasilkan Gula Kristal Putih (GKP) hasil mixed antara tebu dan raw sugar sebanyak 500 ton per hari. Pasokan bahan baku tebu 2.500 ton per hari selain dari lahan yang disewa oleh IGN, juga pasokan dari petani. Selebihnya kebutuhan bahan baku dipenuhi oleh bahan setengah jadi raw sugar.

03 Agustus 2009 diadakan Selamatan Giling Tebu untuk tahun tersebut. Tradisi tersebut sudah diadakan sejak jaman Belanda. Diawali dengan prosesi arak-arakan sepasang pengantin tebu yang diikuti para karyawan. Tebu yang dilambangkan sebagai sepasang pengantin. Tebu yang dipakai adalah tebu yang sudah tua dan memiliki rendemen bagus. Penggilingan tebu baru akan dilaksanakan sepuluh hari setelah acara selamatan itu dan bertepatan dengan pasar malam yang diadakan desa Cepiring bertempat di belakang PT IGN.

Sasaran PG ini adalah meraih kembali lahan sebanyak 4000 hektar untuk ditanami tebu. Mungkin saat ini sasaran tersebut sangat sulit dipenuhi, para petani banyak yang beralih menanam tanaman umur pendek, seperti jagung dan tembakau. Meski demikian, pada Juli 2010 IGN sempat menghentikan sementara penggilingan tebu akibat membanjirnya pasokan tebu dari luar daerah. IGN kewalahan karena pasokan tebu melebihi kapasitas giling per harinya. Sejak PT IGN melakukan giling perdana Juni lalu, tiap hari menerima 2.000 ton tebu dari berbagai daerah padahal IGN hanya memiliki kapasitas giling 1.200 ton per hari. Kelebihan pasokan ini bahkan telah mengakibatkan lori-lori mengalami kerusakan akibat kelebihan daya angkut terjadi karena daya tampung lori sebesar tujuh ton tebu terpaksa memuat sembilan ton tebu. Kerusakan yang dialami meliputi roda, gerbong, dan peralatan lainnya. IGN memiliki pasokan tebu yang berasal dari Kendal, Batang, Semarang, Demak, Kudus, dan Rembang. 

Banyaknya pasokan tebu dari luar daerah dikarenakan para petani menyukai kinerja IGN yang menaikkan harga dan rendemen. Tebu yang dibeli dari petani harganya berkisar Rp 35.000 – Rp 37.000 per kwintal. Kendala seperti sempitnya lahan di Pulau Jawa tidak menghalangi IGN tetap untuk mendukung program swasembada gula baik nasional maupun regional, setidaknya di Jawa Tengah. Kemudian menciptakan lapangan pekerjaan, menumbuhkan multiplier effect bagi perekonomian daerah dan tentunya memberikan kontribusi laba bagi PTPN IX dan Investor serta tentu saja berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan para stake holder.

Dengan jumlah Tenaga Kerja 640 orang, terdiri atas 470 orang untuk pengolahan raw sugar ditambah 170 orang bila menggiling tebu, PT IGN akan beroperasi selama 11 bulan dalam satu tahun untuk memenuhi kebutuhan gula di Jawa (360 rb ton/thn) yang sementara ini produksi Jawa Tengah +/- 280.000 ton. Target pasar adalah konsumen gula langsung dengan kualitas gula putih konsumsi dengan icumsa 100-150 IU dengan sistem pemurnian gula yang dipakai adalah system karbonatasi dengan memanfaatkan gas CO2 dari cerobong ketel (bukan rafinasi). Operasional giling/olah raw sugar direncanakan 10 bulan per tahun, hal ini untuk menutup kekurangan supply gula di Jawa Tengah khususnya pada musim di luar giling tebu.

Karena hal ini jugalah Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) pernah meminta kepada pemerintah agar tidak memberikan izin impor raw sugar kepada PT IGN karena dianggap tidak melakukan upaya pemenuhan bahan bakunya dari pengembangan tanaman tebu. Sebagian besar produknya adalah hasil giling raw sugar yang dijual langsung ke pasar. PT IGN dinilai hanya memenuhi kebutuhan bahan baku pabriknya dari impor raw sugar. Kebijakan perusahaan gula ini tidak mendorong investasi. Tidak ada bedanya dengan perusahaan-perusahaan gula lainnya yang berlomba mendirikan pabrik gula rafinasi tanpa ada persiapan kebun tebu yang memadai sesuai kapasitas gilingnya. Padahal seperti yang telah dijelaskan di atas, PT IGN bukanlah penghasil gula rafinasi tetapi mixed dengan bahan baku tebu.

APTRI juga pernah mendesak pemerintah menertibkan pabrik-pabrik gula rafinasi nakal yang menjual produknya ke pasar umum. Semestinya perusahaan gula rafinasi hanya boleh menjual ke industri makanan dan minuman melalui distributornya. Tidak langsung untuk konsumsi umum. IGN sendiri memasarkan produknya langsung ke konsumen di pasar.

Penertiban ini memang mendesak untuk dilakukan mengingat petani tebu akan dirugikan jika hal ini terus berlangsung dan akan terjadi kelebihan pasokan di pasar. Apalagi jika tidak ada harga dasar gula yang berpihak kepada petani dan konsumen.

Itulah sebabnhya melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 11/M-DAG/PER/5/2011 harga patokan petani gula kristal putih (white sugar plantation) 2011 ditetapkan pemerintah sebesar Rp 7.000 per kilogram, lebih tinggi dari tahun 2010 sebesar Rp 6.350 per kilogram. Menurut peraturan menteri yang terbit dan mulai berlaku 4 Mei 2011 itu, penetapan harga patokan petani (HPP) gula kristal putih dilakukan dengan mempertimbangkan usul menteri pertanian selaku Ketua Dewan Gula Indonesia (DGI).

Penetapan harga ini sempat menjadi perdebatan. Kemendag yang menetapkan HPP gula sebesar Rp7.000 per kg. Padahal Kementan telah mengusulkan bahwa HPP gula Rp7.500 per kg. Berdasarkan kajian Kementan dan tim independen dari tiga universitas, diketahui bahwa biaya produksi gula akhir-akhir ini naik menjadi Rp6.900 per kilogram. Jika ditambah keuntungan sepuluh persen bagi petani, maka gula disesuaikan menjadi Rp7.500 per kilogram. Akibat buruk dari keputusan ini, bahwa swasembada gula 2014 akan semakin sulit dicapai.

Kecaman dari APTRI ini tidak menyurutkan total produksi PT IGN. Berikut gambarannya:
Perkembangan Produksi
URAIAN
2008
(TON)
2009
(TON)
2010
(TON)
Tebu digiling
3.538
22.246
135.902
Raw Sugar diolah
32.946
104.714
142.594
Hasil White sugar
29.824
100.333
141.720

Rencana Produksi tahun 2011
URAIAN
2011
(TON)
Tebu digiling
166.506
Raw Sugar diolah
211.500
Hasil White sugar
212.228

Pemasaran Produk
Tingkat komsumsi gula di Jawa tengah mencapai 360.000 ton per tahun. Sedangkan produksinya saat ini (tidak termasuk PT. IGN) berkisar 260.000 ton. Dengan berproduksinya PT. IGN tingkat produksi gula Jawa Tengah mencapai 380.000 ton per tahun. Namun demikian untuk pemasarannya, gula PT. IGN tidak akan seluruhnya dipasarkan di Jawa Tengah, hal ini untuk menjaga jangan sampai terjadi kejenuhan pasar sehingga harga gula di Jawa Tengah akan merosot.

PT. IGN mengambil kebijakan, selama musim giling tebu, gula PT. IGN akan dipasarkan ke luar daerah khususnya ke DKI Jakarta dan Luar Jawa, sedangkan di luar musim giling tebu dapat dipasarkan di wilayah Jawa Tengah..

Rencana Pengembangan dan Harapan
 
Perusahaan ini akan menjadi PT. Terbuka. Perusahaan akan memberikan kesempatan kepada stake holder untuk menjadi share holder, khususnya para petani tebu di Jawa tengah.
Selain itu, pabrik ini akan menjadi pabrik zero waste, artinya bahwa limbah yang sekarang ada akan didaur ulang, misalnya abu ketel akan dijadikan sebagai bahan baku batako/paving block, blotong untuk pupuk dsb.

Rumah-rumah kuno dipertahankan bentuk aslinya akan menjadi tempat bernostalgia wisatawan asing dan tempat beristirahat yang nyaman bagi yang menempuh perjalanan di pantura.
Harapan pada pemerintah pusat dan daerah untuk mendukung proyek revitalisasi pertama atas pabrik gula yang telah 10 tahun tidak beroperasi dan merupakan satu-satunya pabrik gula yang berbahan baku tebu dan raw sugar.

Kemitraan dengan petani merupakan hal yang mutlak harus dilakukan, budaya “bersih lahir batin, kerja keras dan keterbukaan” dikembangkan untuk lebih mendapatkan kepercayaan dari petani dan stake holder umumnya.

Kendala yang Dihadapi
Pengembangan areal tebu di Jawa Tengah umumnya dan di Kendal khususnya masih kurang cepat. Hal ini disebabkan karena adanya persaingan dengan komoditi lain (tembakau di Kendal/Weleri, dan Klaten, bawang merah di pantura barat, padi di Delanggu dsb). Harga gula dunia khususnya raw sugar sangat berfluktuasi dan sulit diprediksi. Harga jual gula di dalam negeri stabil rendah karena adanya persaingan dengan gula rafinasi. Namun sekarang sudah mulai ditata kembali tata niaga gula rafinasi.

Renata Silalahi

(Telah dipublikasikan di fp2sb.org, Mei 2011)

estasi


1 komentar: