Bangsa Indonesia
tidak henti-hentinya mengalami persoalan-persoalan berat. Mulai dari masalah
korupsi hingga tawuran antar warga. Mulai dari perkosaan hak-hak hingga
menyangkut harga diri bangsa. Mulai dari persoalan otonomi hingga keinginan
merdeka dari beberapa daerah miskin yang ”terjajah” oleh bangsa sendiri .
Apa yang salah dengan bangsa ini? Mengapa bangsa ini menjadi lemah dan selalu mendapat pandangan negatif? Mengapa sangat konsumtif dan tidak pernah menjadi produsen? Mengapa bangsa ini miskin? Mengapa tidak ada konsensus bersama untuk mencapai Indonesia yang lebih baik?
Apa yang salah dengan bangsa ini? Mengapa bangsa ini menjadi lemah dan selalu mendapat pandangan negatif? Mengapa sangat konsumtif dan tidak pernah menjadi produsen? Mengapa bangsa ini miskin? Mengapa tidak ada konsensus bersama untuk mencapai Indonesia yang lebih baik?
Tahun 1966 Bung
Karno pernah berkata: “Apakah Kelemahan kita? Kelemahan kita ialah, kita kurang
percaya diri sebagai bangsa, sehingga kita menjadi bangsa penjiplak luar
negeri, kurang mempercayai satu sama lain, padahal kita ini asalnya adalah
Rakyat Gotong Royong”.
Iya. Kita menjadi tidak percaya diri karena sudah kehilangan apa yang dinamakan kepribadian bangsa. Kita kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia, bangsa yang berideologi Pancasila. Tidak ada pembangunan karakter sesuai dengan roh dari ideologi itu sendiri.
Jika ditelaah dari berbagai sisi maka
yang terjadi adalah kemerosotan
disana-sini. Dilihat dari sisi sosial, ada persoalan hubungan antar
kelompok, hubungan antar umat beragama yang tidak harmonis, egoisme kedaerahan,
tidak ada unity in diversity, pengangguran disana-sini, tawuran antar
warga, generasi muda yang bermasalah, semakin rendahnya sifat gotong royong dan
semakin banyaknya masyarakat yang menjual harga dirinya demi uang. Masyarakat
menjadi masyarakat yang kejam dan munafik. Agama sering hanya menjadi
ritualistik dan formalistik tanpa memaknainya sebagai pedoman berperilaku di
bermasyarakat.
Sisi
politik, kacau balau disana-sini, maraknya politik
transaksional, dimana segala sesuatunya harus menggunakan uang. Semua
membutuhkan ongkos yang sangat mahal. Menjadi kepala daerah mahal, menjadi
anggota legislatif mahal, membuat Undang-Undang mahal. Pilihan politik
masyarakat bisa dibeli, dengan uang masyarakat memilih calon yang salah dan
akhirnya bisa memiskinkannya. Maka semakin kuatlah mentalitas rampok dan
dirampok.
Dari sisi
ekonomi, tantangan persaingan global membuat Indonesia mau tidak mau harus
ikut dalam pasar bebas. Menghadapi ini Indonesia tidak siap, barang-barang
murah dari luar negeri menghancurkan produksi nasional, pengangguran semakin
banyak karena tidak memiliki daya saing dalam pasar kerja, pekerja-pekerja
Indonesia hanya menjadi tenaga kasar yang selalu lupa meningkatkan kualitas
diri. Terjadi juga perebutan sumber daya alam, baik kekayaan laut, kayu, minyak
ataupun tambang. Kita terjebak menjadi eksportir bahan-bahan mentah yang
mestinya nilainya bisa bertambah jika prosesnya dilakukan di Indonesia,
akibatnya yang dibutuhkan hanya tenaga-tenaga buruh kasar dan murah. Pendapatan
menjadi rendah dan teruslah terjadi kemiskinan yang tidak pernah bisa diatasi.
Sisi hukum, banyaknya
mafia-mafia hukum semakin melemahkan kepastian hukum. Tidak ada awareness, tidak
ada kepercayaan masyarakat terhadap hukum, bahkan masyarakat semakin berani
main hakim sendiri, masyarakat secara bersama-sama bebas merusak, disana-sini
tidak ada keadilan, yang menang adalah yang memiliki uang, koneksi ataupun
kekuasaan. Hukum bisa dipermainkan karena para penegak hukum adalah
manusia-manusia rakus yang haus darah.
Sisi budaya, etos
kerja rendah, malas berkreasi, enggan belajar, tidak inovatif dan budaya
ikut-ikutan dengan bangsa barat atau asia lainnya yang lebih yang maju dan
mewah. Identitas sebagai bangsa Indonesia semakin kabur sehingga kita mudah
sekali dikuasai oleh bangsa asing. Tidak kuatnya nation culture
membuat Indonesia
hancur oleh dominant culture. Tantangannya adalah bagaimana menguatkan
identitas nasional untuk menggerakkan bangsa ini menjadi bangsa yang
bermartabat.
Maka apakah yang paling mendesak untuk
dicermati? Nation and character building. Ada missing
link dalam hal ini. Sangat terlupakan. Bagaimanakah the way of life
bangsa Indonesia? Perlukah harus dilakukan revitalisasi? Atau bahkan masih
mencari? Bagaimana
menjadi bangsa yang tidak tergantung pada bangsa lain? Bagaimana mengupayakan
agar para masyarakat kembali peduli dengan bangsa ini? Semua butuh solusi, semua harus dilakukan
secara simultan.
Tantangannya bagi pemuda, apakah pemuda
mau terlibat dalam perbaikan bangsa ini, atau memilih ikut larut dalam
kemerosotan moral atau bahkan lebih menghancurkan lagi di masa depan.
66 tahun Indonesia
merdeka tetapi belum juga menjadi apa-apa, bahkan semakin terpuruk. Lalu
bagaimana kita bisa sejajar dengan bangsa-bangsa
lain di dunia? Bangsa ini bisa-bisa hanya menjadi sebuah bangsa buruh, bangsa
kuli, jika tidak cepat-cepat mengubah diri.
(dibuat sebagai bahan diskusi akhir tahun organisasi pemuda sebuah partai)
estasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar