Jumat, 09 Desember 2011

Indonesia Kini dan Esok (Refleksi Akhir Tahun 2011)

Bangsa Indonesia tidak henti-hentinya mengalami persoalan-persoalan berat. Mulai dari masalah korupsi hingga tawuran antar warga. Mulai dari perkosaan hak-hak hingga menyangkut harga diri bangsa. Mulai dari persoalan otonomi hingga keinginan merdeka dari beberapa daerah miskin yang ”terjajah” oleh bangsa sendiri . 

Apa yang salah dengan bangsa ini? Mengapa bangsa ini menjadi lemah dan selalu mendapat pandangan negatif? Mengapa sangat konsumtif dan tidak pernah menjadi produsen? Mengapa bangsa ini miskin? Mengapa tidak ada konsensus bersama untuk mencapai Indonesia yang lebih baik?

Tahun 1966 Bung Karno pernah berkata: “Apakah Kelemahan kita? Kelemahan kita ialah, kita kurang percaya diri sebagai bangsa, sehingga kita menjadi bangsa penjiplak luar negeri, kurang mempercayai satu sama lain, padahal kita ini asalnya adalah Rakyat Gotong Royong”.

Iya. Kita menjadi tidak percaya diri karena sudah kehilangan apa yang dinamakan kepribadian bangsa. Kita kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia, bangsa yang berideologi Pancasila. Tidak ada pembangunan karakter sesuai dengan roh dari ideologi itu sendiri.

Jika ditelaah dari berbagai sisi maka yang terjadi adalah kemerosotan disana-sini. Dilihat dari sisi sosial, ada persoalan hubungan antar kelompok, hubungan antar umat beragama yang tidak harmonis, egoisme kedaerahan, tidak ada unity in diversity, pengangguran disana-sini, tawuran antar warga, generasi muda yang bermasalah, semakin rendahnya sifat gotong royong dan semakin banyaknya masyarakat yang menjual harga dirinya demi uang. Masyarakat menjadi masyarakat yang kejam dan munafik. Agama sering hanya menjadi ritualistik dan formalistik tanpa memaknainya sebagai pedoman berperilaku di bermasyarakat.

Sisi politik, kacau balau disana-sini, maraknya politik transaksional, dimana segala sesuatunya harus menggunakan uang. Semua membutuhkan ongkos yang sangat mahal. Menjadi kepala daerah mahal, menjadi anggota legislatif mahal, membuat Undang-Undang mahal. Pilihan politik masyarakat bisa dibeli, dengan uang masyarakat memilih calon yang salah dan akhirnya bisa memiskinkannya. Maka semakin kuatlah mentalitas rampok dan dirampok.

Dari sisi ekonomi, tantangan persaingan global membuat Indonesia mau tidak mau harus ikut dalam pasar bebas. Menghadapi ini Indonesia tidak siap, barang-barang murah dari luar negeri menghancurkan produksi nasional, pengangguran semakin banyak karena tidak memiliki daya saing dalam pasar kerja, pekerja-pekerja Indonesia hanya menjadi tenaga kasar yang selalu lupa meningkatkan kualitas diri. Terjadi juga perebutan sumber daya alam, baik kekayaan laut, kayu, minyak ataupun tambang. Kita terjebak menjadi eksportir bahan-bahan mentah yang mestinya nilainya bisa bertambah jika prosesnya dilakukan di Indonesia, akibatnya yang dibutuhkan hanya tenaga-tenaga buruh kasar dan murah. Pendapatan menjadi rendah dan teruslah terjadi kemiskinan yang tidak pernah bisa diatasi.

Sisi hukum, banyaknya mafia-mafia hukum semakin melemahkan kepastian hukum. Tidak ada awareness, tidak ada kepercayaan masyarakat terhadap hukum, bahkan masyarakat semakin berani main hakim sendiri, masyarakat secara bersama-sama bebas merusak, disana-sini tidak ada keadilan, yang menang adalah yang memiliki uang, koneksi ataupun kekuasaan. Hukum bisa dipermainkan karena para penegak hukum adalah manusia-manusia rakus yang haus darah.

Sisi budaya, etos kerja rendah, malas berkreasi, enggan belajar, tidak inovatif dan budaya ikut-ikutan dengan bangsa barat atau asia lainnya yang lebih yang maju dan mewah. Identitas sebagai bangsa Indonesia semakin kabur sehingga kita mudah sekali dikuasai oleh bangsa asing. Tidak kuatnya nation culture membuat Indonesia hancur oleh dominant culture. Tantangannya adalah bagaimana menguatkan identitas nasional untuk menggerakkan bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat.

Maka apakah yang paling mendesak untuk dicermati? Nation and character building. Ada missing link dalam hal ini. Sangat terlupakan. Bagaimanakah the way of life bangsa Indonesia? Perlukah harus dilakukan revitalisasi? Atau bahkan masih mencari? Bagaimana menjadi bangsa yang tidak tergantung pada bangsa lain? Bagaimana mengupayakan agar para masyarakat kembali peduli dengan bangsa ini?  Semua butuh solusi, semua harus dilakukan secara simultan.
Tantangannya bagi pemuda, apakah pemuda mau terlibat dalam perbaikan bangsa ini, atau memilih ikut larut dalam kemerosotan moral atau bahkan lebih menghancurkan lagi di masa depan.
66 tahun Indonesia merdeka tetapi belum juga menjadi apa-apa, bahkan semakin terpuruk. Lalu bagaimana kita bisa sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia? Bangsa ini bisa-bisa hanya menjadi sebuah bangsa buruh, bangsa kuli, jika tidak cepat-cepat mengubah diri.


(dibuat sebagai bahan diskusi akhir tahun organisasi pemuda sebuah partai) 

estasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar