Keberanian PT Industri Gula Nasional (IGN) Cepiring untuk
kembali berproduksi memang patut diacungkan jempol. Bagaimana tidak, di
tengah sulitnya membangun industri gula nasional, PT IGN berani mengibarkan
kembali bendera produksinya setelah sebelumnya pabrik ini telah ditutup
selama kurang lebih 10 tahun. Berinvestasi di perusahaan gula bukanlah
main-main, selain sangat mahal, berbagai faktor eksternal seperti kelangkaan
lahan bisa menjadi kendala serius kelangsungan sebuah perusahaan gula.
Sebelum lebih jauh membahas mengapa PT IGN bisa dikatakan terbilang sukses,
ada baiknya kita merunut sejarah terbentuknya perusahaan gula yang berlokasi
di Kendal, Jawa Tengah ini.
Sangatlah menarik untuk melihat sejarah lama PG Cepiring.
PG ini didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1835 dengan nama
Kendalsche Suiker Onderneming dan mulailah proses produksi defikasi. Tahun
1904 – 1916 sempat berhenti berproduksi karena Perang Dunia I. Rehabilitasi
untuk penyempurnaan proses defikasi dan giling dilanjutkan kembali pada tahun
1917 sampai dengan 1925.
Pada tahun 1926 sampai 1930. dilakukan rehabilitasi
mengganti proses dari defikasi menjadi karbonatasi rangkap dan berproduksi. Pada tahun 1930 hingga 1934 kembali
berhenti karena krisis ekonomi (malaise). Produksi kembali dilanjutkan pada
tahun 1935 hingga 1941. Pada tahun 1942, masa penguasaan Jepang, PG Cepiring
dijadikan markas. Pada waktu inilah terjadinya penghancuran tempat dan
alat-alat pabrik. Tahun 1945 hingga 1953 kembali dikuasai oleh Belanda namun
tidak beroperasi. Tahun 1954 dilakukan perbaikan dan berproduksi kembali
dengan mengorbankan PG lainnya yang ada di Jawa dan. Pabrik Gula di Jawa yang
tadinya 179 buah tinggal 57 buah. Tahun 1957 PG ini kemudian diambil alih
oleh Pemerintah RI, dikelola Bank Industri Negara (BIN). Tahun 1959
pengelolaan beralih ke Pusat Perkebunan Negara (PPN) Baru cabang Jawa Tengah.
Tahun 1961 diikelola oleh Badan Pimpinan Umum (BPU) PPN Gula dan Karung. Tahun
1963 dikelola oleh BPU PPN Gula. Selanjutnya paa tahun 1968 PPN
diubah menjadi PNP (Perusahaan Negara Perkebunan).
PG Cepiring dibawah
direksi PNP XV yang berkedudukan di Semarang. Tahun 1973 PNP XV diubah
statusnya menjadi PTP XV (Persero). Tahun 1981 digabung dengan PNP XVI,
sehingga menjadi PTP XV-XVI (Persero). Tahun 1996 digabung dengan PTP XVIII
(Persero) sehingga menjadi PTP Nusantara IX (Persero dengan core bisnis gula,
karet, teh, kopi, dan kakao). Hingga akhirnya tahun 1998 PG Cepiring tidak
berproduksi karena kekurangan bahan baku tebu dan akibat krisis ekonomi yang
berkepanjangan.
Kronologis
Pembentukan PT IGN
Pada bulan
Maret 2004 PT. Multifortuna Bina Usaha mendapat Surat Persetujuan Penanaman
Modal Dalam Negeri dari Kepala BKPM untuk melaksanakan proyek Bidang Usaha
Perkebunan Tebu dan Industri Gula. Juli 2004 penandatanganan Perjanjian Usaha
Bersama antara PTPN IX (Persero) dengan PT. Multi Manis Mandiri dengan
komposisi saham : Rp. 94,850 miljard (64%) PT. MMM dan Rp. 52,370 miljard
(36%) PTPN IX (Persero). September 2004 PTPN IX (Persero) mendapatkan
Persetujuan Pelaksanaan Kerjasama Usaha Mendirikan Perusahaan Patungan dengan
PT. Multi Manis Mandiri dari Menteri Badan Usaha Milik Negara untuk membentuk
perusahaan patungan PT. Industri Gula Nusantara. Berdasarkan ijin – ijin yang
diperoleh maka pada Oktober 2004 didirikanlah PT. Industri Gula Nusantara .
Maret 2005 penandatangan kontrak pertama yang dilakukan antara PT. IGN dengan Sutech Engineering Co.,Ltd mengenai suplai mesin – mesin dan peralatan untuk merevitalisasi pabrik gula Cepiring. Akhir tahun 2005 PT. IGN mendapat dukungan dari APTRI DPD Jateng dan para petani tebu terhadap rencana revitalisasi PG Cepiring yang dituangkan dalam Surat Pernyataan Bersama antara PT. Multi Manis Mandiri, PTPN IX (Persero) Dan Para Petani. Pada bulan Maret 2006 PT. IGN melaksanakan Ground Breaking Proyek. Tahun 2006 terjadi perubahan birokrasi perijinan impor mesin pabrik gula dan mulai semester II tahun 2006 proyek reoperasi PG Cepiring dilanjutkan secara lebih intensif. Febuari 2007 penandatanganan kontrak kedua antara PT. IGN dengan Sutech Engineering Co.,Ltd untuk rehabilitasi Pabrik gula Cepiring kapasitas 2500 tcd. November 2008 penandatanganan Surat pernyataan bersama mengenai dukungan APTRI dan petani tebu kepada PT.IGN terhadap rencana re-operasi PG Cepiring untuk musim giling 2007.
Tahun 2007 dimulai pemasangan mesin-mesin
baru dan diharapkan selesai pada bulan Oktober 2007 dan trial run
sampai dengan bulan Desember 2007. Juni 2007 PT IGN mendapat rekomendasi IP Raw
Sugar dari Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri. Maret 2008 Trial
Melting pertama dengan mengolah raw sugar menjadi gula kristal
putih sampai April 2008. Pada tanggal 8 Agustus 2008 Peresmian PT IGN yang di
hadiri oleh Menteri Pertanian Anton Apriantono dan Menteri Perindustrian
Fahmi Idris. September 2008 penandatangan MOU antara PT IGN dengan para petani
mengenai kemitraan pengelolaan tebu untuk musim giling 2009 dan pada Oktober
2008 kegiatan giling tebu dilaksanakan sampai dengan November 2008 sebesar
3523.17 ton tebu.
Keberhasilan
PT IGN
Lalu mengapa
PT IGN bisa dikatakan sukses? PG Cepiring adalah contoh pertama revitalisasi pabrik gula BUMN yang
bekerjasama dengan swasta dan berbahan baku tebu dan raw sugar. Ada
beberapa faktor yang dapat dijadikan indikasi mengapa Perusahaan Gula
Cepiring yang saat ini dipimpin Ir. Kamadjaja, MBA. dikatakan berhasil. Sejak
berhenti beroperasi tahun 1998, PG Cepiring banyak aset perusahaan yang tidak
produktif. Itu sebabnya modal awalnya sangatlah besar untuk membeli
peralatan-peralatan baru. Untuk membuka PG baru setidaknya dibutuhkan dana
diatas 1,5 trilyun rupiah. Mengoperasikan pabrik lama bisa jadi memakan biaya
yang lebih besar lagi. Apakah nanti akan kesulitan menghitung margin jika
dibandingkan dengan PG lainnya di luar Pulau Jawa?
Cepiring
adalah nama sebuah kecamatan di Kabupten Kendal, provinsi Jawa Tengah. Lokasinya
tidak terlalu jauh dari Kota Semarang. Butuh kurang lebih 1 jam perjalanan
darat dengan kecepatan sedang dan lancar menuju kesana. Lokasinya strategis
dan berada di wilayah Jawa Tengah dengan jumlah PG yang cukup banyak. PG
inilah yang membuat Cepiring menjadi sangat istimewa. Sayangnya lokasi
strategis ini memiliki kendala besar bagi PG yang menjadikan tebu sebagai
kini bahan bakunya. Lahan di Pulau Jawa tidak lagi mengenal sistem
ekstensifikasi, semua lahan sudah terpakai, tidak ada lagi lahan menganggur. Selain
lahan yang sempit, harga lahan pun melambung. PT IGN harus mengeluarkan 12
juta rupiah per hektar per tahun untuk menyewa lahan. Target lahan seluas
4000ha hingga kini hanya bisa dipenuhi sebanyak 300ha saja. Ini menjadi
kendala karena PG di luar Pulau Jawa bisa menikmati luas dan murahnya lahan,
bahkan bisa sekaligus memiliki lahan tersebut. Di Pulau Jawa tidak bisa lagi.
Persoalan lahan saja sebenarnya bisa mengendurkan semangat PG ini untuk kembali aktif berproduksi. Namun hingga kini PT IGN tetap menghasilkan Gula Kristal Putih (GKP) hasil mixed antara tebu dan raw sugar sebanyak 500 ton per hari. Pasokan bahan baku tebu 2.500 ton per hari selain dari lahan yang disewa oleh IGN, juga pasokan dari petani. Selebihnya kebutuhan bahan baku dipenuhi oleh bahan setengah jadi raw sugar.
03 Agustus
2009 diadakan Selamatan Giling Tebu untuk tahun tersebut. Tradisi tersebut
sudah diadakan sejak jaman Belanda. Diawali dengan prosesi arak-arakan
sepasang pengantin tebu yang diikuti para karyawan. Tebu yang dilambangkan
sebagai sepasang pengantin. Tebu yang dipakai adalah tebu yang sudah tua dan
memiliki rendemen bagus. Penggilingan tebu baru akan dilaksanakan sepuluh
hari setelah acara selamatan itu dan bertepatan dengan pasar malam yang
diadakan desa Cepiring bertempat di belakang PT IGN.
Sasaran PG ini
adalah meraih kembali lahan sebanyak 4000 hektar untuk ditanami tebu. Mungkin
saat ini sasaran tersebut sangat sulit dipenuhi, para petani banyak yang
beralih menanam tanaman umur pendek, seperti jagung dan tembakau. Meski
demikian, pada Juli 2010 IGN sempat menghentikan sementara penggilingan tebu
akibat membanjirnya pasokan tebu dari luar daerah. IGN kewalahan karena
pasokan tebu melebihi kapasitas giling per harinya. Sejak PT IGN melakukan
giling perdana Juni lalu, tiap hari menerima 2.000 ton tebu dari berbagai
daerah padahal IGN hanya memiliki kapasitas giling 1.200 ton per hari. Kelebihan
pasokan ini bahkan telah mengakibatkan lori-lori mengalami kerusakan akibat
kelebihan daya angkut terjadi karena daya tampung lori sebesar tujuh ton tebu
terpaksa memuat sembilan ton tebu. Kerusakan yang dialami meliputi roda,
gerbong, dan peralatan lainnya. IGN memiliki pasokan tebu yang berasal dari
Kendal, Batang, Semarang, Demak, Kudus, dan Rembang.
Banyaknya pasokan tebu dari luar daerah dikarenakan para petani menyukai kinerja IGN yang menaikkan harga dan rendemen. Tebu yang dibeli dari petani harganya berkisar Rp 35.000 – Rp 37.000 per kwintal. Kendala seperti sempitnya lahan di Pulau Jawa tidak menghalangi IGN tetap untuk mendukung program swasembada gula baik nasional maupun regional, setidaknya di Jawa Tengah. Kemudian menciptakan lapangan pekerjaan, menumbuhkan multiplier effect bagi perekonomian daerah dan tentunya memberikan kontribusi laba bagi PTPN IX dan Investor serta tentu saja berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan para stake holder.
Dengan jumlah
Tenaga Kerja 640 orang, terdiri atas 470 orang untuk pengolahan raw sugar
ditambah 170 orang bila menggiling tebu, PT IGN akan beroperasi selama 11
bulan dalam satu tahun untuk memenuhi kebutuhan gula di Jawa (360 rb ton/thn)
yang sementara ini produksi Jawa Tengah +/- 280.000 ton. Target pasar adalah
konsumen gula langsung dengan kualitas gula putih konsumsi dengan icumsa
100-150 IU dengan sistem pemurnian gula yang dipakai adalah system
karbonatasi dengan memanfaatkan gas CO2 dari cerobong ketel (bukan rafinasi).
Operasional giling/olah raw sugar direncanakan 10 bulan per tahun,
hal ini untuk menutup kekurangan supply gula di Jawa Tengah
khususnya pada musim di luar giling tebu.
Karena hal ini
jugalah Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) pernah meminta kepada
pemerintah agar tidak memberikan izin impor raw sugar kepada PT IGN
karena dianggap tidak melakukan upaya pemenuhan bahan bakunya dari
pengembangan tanaman tebu. Sebagian besar produknya adalah hasil giling raw
sugar yang dijual langsung ke pasar. PT IGN dinilai hanya memenuhi
kebutuhan bahan baku pabriknya dari impor raw sugar. Kebijakan perusahaan
gula ini tidak mendorong investasi. Tidak ada bedanya dengan
perusahaan-perusahaan gula lainnya yang berlomba mendirikan pabrik gula
rafinasi tanpa ada persiapan kebun tebu yang memadai sesuai kapasitas
gilingnya. Padahal seperti yang telah dijelaskan di atas, PT IGN bukanlah
penghasil gula rafinasi tetapi mixed dengan bahan baku tebu.
APTRI juga
pernah mendesak pemerintah menertibkan pabrik-pabrik gula rafinasi nakal yang
menjual produknya ke pasar umum. Semestinya perusahaan gula rafinasi hanya
boleh menjual ke industri makanan dan minuman melalui distributornya. Tidak
langsung untuk konsumsi umum. IGN sendiri memasarkan produknya langsung ke
konsumen di pasar.
Penertiban ini memang mendesak untuk dilakukan mengingat petani tebu akan dirugikan jika hal ini terus berlangsung dan akan terjadi kelebihan pasokan di pasar. Apalagi jika tidak ada harga dasar gula yang berpihak kepada petani dan konsumen. Itulah sebabnhya melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 11/M-DAG/PER/5/2011 harga patokan petani gula kristal putih (white sugar plantation) 2011 ditetapkan pemerintah sebesar Rp 7.000 per kilogram, lebih tinggi dari tahun 2010 sebesar Rp 6.350 per kilogram. Menurut peraturan menteri yang terbit dan mulai berlaku 4 Mei 2011 itu, penetapan harga patokan petani (HPP) gula kristal putih dilakukan dengan mempertimbangkan usul menteri pertanian selaku Ketua Dewan Gula Indonesia (DGI).
Penetapan
harga ini sempat menjadi perdebatan. Kemendag yang menetapkan HPP gula
sebesar Rp7.000 per kg. Padahal Kementan telah mengusulkan bahwa HPP gula
Rp7.500 per kg. Berdasarkan kajian Kementan dan tim independen dari tiga
universitas, diketahui bahwa biaya produksi gula akhir-akhir ini naik menjadi
Rp6.900 per kilogram. Jika ditambah keuntungan sepuluh persen bagi petani,
maka gula disesuaikan menjadi Rp7.500 per kilogram. Akibat buruk dari
keputusan ini, bahwa swasembada gula 2014 akan semakin sulit dicapai.
Kecaman dari
APTRI ini tidak menyurutkan total produksi PT IGN. Berikut gambarannya:
Perkembangan Produksi
Rencana
Produksi tahun 2011
Pemasaran Produk
Tingkat komsumsi gula di Jawa tengah mencapai 360.000 ton
per tahun. Sedangkan produksinya
saat ini (tidak termasuk PT. IGN) berkisar 260.000 ton. Dengan berproduksinya
PT. IGN tingkat produksi gula Jawa Tengah mencapai 380.000 ton per tahun. Namun
demikian untuk pemasarannya, gula PT. IGN tidak akan seluruhnya dipasarkan di
Jawa Tengah, hal ini untuk menjaga jangan sampai terjadi kejenuhan pasar
sehingga harga gula di Jawa Tengah akan merosot.
PT. IGN mengambil kebijakan, selama musim giling tebu, gula PT. IGN akan
dipasarkan ke luar daerah khususnya ke DKI Jakarta dan Luar Jawa, sedangkan
di luar musim giling tebu dapat dipasarkan di wilayah Jawa Tengah..
Rencana
Pengembangan dan Harapan
Perusahaan ini akan menjadi PT. Terbuka. Perusahaan akan memberikan kesempatan kepada stake holder untuk
menjadi share holder, khususnya para petani tebu di Jawa tengah.
Selain itu, pabrik ini akan menjadi pabrik zero waste, artinya bahwa
limbah yang sekarang ada akan didaur ulang, misalnya abu ketel akan dijadikan
sebagai bahan baku batako/paving block, blotong untuk pupuk dsb.
Rumah-rumah kuno dipertahankan bentuk aslinya akan menjadi tempat
bernostalgia wisatawan asing dan tempat beristirahat yang nyaman bagi yang
menempuh perjalanan di pantura.
Harapan pada pemerintah pusat dan daerah untuk mendukung proyek
revitalisasi pertama atas pabrik gula yang telah 10 tahun tidak beroperasi
dan merupakan satu-satunya pabrik gula yang berbahan baku tebu dan raw
sugar.
Kemitraan dengan petani merupakan hal yang mutlak harus dilakukan, budaya
“bersih lahir batin, kerja keras dan keterbukaan” dikembangkan untuk lebih
mendapatkan kepercayaan dari petani dan stake holder umumnya.
Kendala yang Dihadapi
Pengembangan areal tebu di Jawa Tengah umumnya dan di Kendal khususnya
masih kurang cepat. Hal ini disebabkan karena adanya persaingan dengan
komoditi lain (tembakau di Kendal/Weleri, dan Klaten, bawang merah di pantura
barat, padi di Delanggu dsb). Harga gula dunia khususnya raw sugar
sangat berfluktuasi dan sulit diprediksi. Harga jual gula di dalam negeri
stabil rendah karena adanya persaingan dengan gula rafinasi. Namun sekarang sudah mulai ditata
kembali tata niaga gula rafinasi.
Renata Silalahi
(Telah dipublikasikan di fp2sb.org, Mei 2011)
estasi
|
Rabu, 02 November 2011
Cerita Sukses Pabrik Gula dari Cepiring
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus